Selasa, 17 April 2012

prinsip-prinsip hukum waris


BAB I
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Dasar Hukum waris positif yang berlaku di indonesia Adalah hukum adat, hukum Islam dan hukum warisan Belanda atau civil law yang banyak termuat dalam KUHPerdata. Hukum adat merupakan norma-norma yang tumbuh dan berkembang secara alamiah di dalam pergaulan hidup masyarakat Indonesia. Hukum tersebut merupakan refleksi dari sistem budaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Sedangkan hukum  Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi Hukum  Islam yaitu dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya karena manusia yang hidup di dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan. Sistem hukum lainnya adalah sistem hukum Barat yang terdapat pada KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek (BW). Indonesia sebagai bekas jajahan Belanda pernah memberlakukan KUHPerdata sebagai sumber hukum atas dasar asas concordance, di mana Negara jajahan harus menerapkan hukum sesuai dengan apa yang diterapkan di negaranya (Belanda).
Pandangan hukum adat terhadap hukum kewarisan sangat ditentukan oleh persekutuan hukum adat itu sendiri. Beberapa persekutuan itu diantaranya pertama persekutuan genealogis, berdasarkan keturunan dan persekutuan territorial berdasarkan kependudukan yakni persekutuan hukum yang dipengaruhi baik faktor geneologis maupun faktor teritorial. Dalam persekutuan yang geneologis, anggota-anggotanya merasa diri terikat satu sama lain, karena mereka berketurunan dari nenek moyang yang sama, sehingga diantara mereka terdapat hubungan keluarga. Sementara persatuan hukum territorial anggota-anggotanya merasa terikat satu sama lain,karena mereka bertempat kedudukan di suatu daerah yang sama. Persekutuan semacam ini disebut desa atau gampong di Aceh dan sebagian daerah melayu Sumatera. Sedangkan yang terkhir persekutuan hukum yang dipengaruhi territorial dan geneologis terdapat di beberapa daerah seperti Mentawai yang disebut Uma, di Nisas disebut Euri di Mingkabau disebut dengana Nagari dan di Batak disebut Kuria atau Huta.
Dalam persekutuan geneologis ini terbagi pula menjadi tiga tipe tata susunan yaitu patrilineal (kebapaan), matrilineal (keibuan) dan parental (bapak-ibu). Menurut sistem patrilineal ini keturunan diambil dari garis bapak, yang merupakan pancaran dari bapak asal dan menjadi penentu dalam keturunan anak cucu. Dalam hal ini perempuan tidak menjadi saluran darah yang menghubungkan keluarga. Wanita yang kawin dengan laki-laki ikut dengan suaminya dan anaknya menjadi keluarga ayahnya. Sistem pertalian seperti ini terjadi di Nias, Gayo, Batak dan sebagian di Lampung, Bengkulu, Maluku dan Timor. Dalam hukum waris, persekutuan ini lebih mementingkan keturunan anak laki-laki daripada anak perempuan.
Sementara matrilineal adalah keturunan yang berasal dari Ibu, sehingga yang menjadi ukuran hanyalah pertalian darah dari garis ibu yang menjadi ukuran dan merupakan suatu persekutuan hukum. Wanita yang kawin tetap tinggal dan termasuk dalam gabungan keluarga sendiri, sedangkan anak-anak mereka masuk dalam keturunan ibunya. Sistem matrilineal ini terdapat di Minangkabau, Kerinci, Semendo dan beberapa daerah Indonesia Timur. Sesuai dengan persekutuannya, matrilineal lebih menghargai ahli waris dari pihak perempuan daripada ahli waris dari pihak laki-laki. Selama masih ada anak perempuan, anak laki-laki tidak mendapatkan tirkah.
Sedangkan yang terakhir, pertalian darah dilihat dari kedua sisi, bapak dan ibu serta nenek moyang. Kedua keturunan sama-sama penting bagi persekutan ini. Keturunan berdasarkan bapak-ibu ini menurut Nani Soewondo merupakan garis keturunan yang paling tua umurnya dan paling umum di Indonesia. Salah satu daerah yang menganut sistem ini adalah Jawa. Menurut Hazairin dalam masyarakat bila diperhatikan setiap orang berhak mengambil garis keturunannya ke atas maupun ibu atau ayahnya. Dengan demikian, bagi orang Jawa keturunan bukan saja melalui anaknya yang laki-laki atau perempuan saja, tetapi juga sampai keturunan yang lahir dari cucunya laki-laki maupun perempuan sehingga dapat dipahami bahwa saluran-saluran daerah dalam masyarakat Jawa biasa menjadi penghubung keturunannya dan Menghasilkan keluarga bagi dirinya. Dengan sitem persekutuan ini, maka hukum waris pun tidak hanya menganggap kepada satu jenis kelamin anak saja tetapi baik anak perempuan maupun anak laki mempunyai hak atas harta warisan.
Dalam hukum waris Islam, penempatan seseorang menjadi ahli waris didasarkan pada adanya perkawinan, hubungan darah dan memerdekakan hamba (saat ini sudah tidak banyak dibahas lagi kecuali dalam fiqh konvensional). Adanya perkawinan akan menimbulkan hak waris antara suami dan istri, sedangkan hubungan darah akan menyebabkan hak mendapatkan waris bagi kedua orang tua dan anak-anak. Jika ahli waris ada maka yang menjadi ahli waris hanyalah suami atau istri, anak, ibu dan bapak. Perbedaan yang menonjol dari hukum waris lainnya, dalam hukum Islam bagian anak perempuan mendapatkan setengah dari anak laki-laki. Titik singgung antara hukum Islam dengan hukum adat terletak pada pandangan adanya “keistimewaan” antara anak laki-laki dan perempuan. Dalam hukum adat dengan sistem matrilineal, lebih mengedepankan anak perempuan, sementara hukum waris dalam madzhab sunny (madzhab Hanafi,Maliki, Syafi'i, dan Hambali) cenderung bersifat patrilineal. Sementara itu Hazairin yang berusaha menggagas fikih dengan corak keIndonesiaan berusaha membangun hukum waris dengan corak bilateral.
 Perbedaan yang cukup tajam antara hukum waris Islam dan KUHPerdata anak laki-laki berbanding sama dengan anak perempuan. Adapun tertib keluarga yang menjadi ahli waris dalam KUHPerdata, yaitu: Isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat empat golongan, yaitu:
a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan / atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan / hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi;
b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris;
 c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris;
 d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.
Dari ketiga sistem pewarisan dari hukum positip diatas terdapat perbedaan prinsip yang sangat mendasar dari ketiga sistem hukum diatas.


 2.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas kami menemukan beberapa rumusan masalah sebagai bahan analisa kami sebagai berikut:
1.apakah prinsip-prinsip yang terkandung dalam hukum waris positif di indonesia?
2.bagaimanakah perbandingan ketiga hukum waris positif tersebut?






















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Prinsip – prinsip hukum waris positif yang ada di Indonesia
           
Secara umum, pengertian hukum waris yang didasarkan pada pasal 830 Kitab Undang-
Undang hukum perdata dan dapat disimpulkan bahwa Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, berhubung dengan meninggalnya seseorang, akhibat-akhibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu: akhibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris baik di dalam hubungannya
Antara mereka sendiri maupun dengan pihak ke tiga. Terdapat 3 sistem hukum waris positif yang terdapat di Indonesia yaitu :

a)      Hukum waris adat
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Hukum waris adat sebenarnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi
Kepada keturunannya. 

Adapun pendapat para ahli hukum  adat tentang hukum waris adat adalah sebagai berikut:

1.      Ter Haar menyatakan: Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud
dan tidak berwujud dari generasi ke generasi”
2.      Menurut Wirjono, pengertian warisan ialah bahwa warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. 
Jadi menurut wirjono, istilah kewarisan diartikan sebagai cara penyelesaian bukan diartikan bendanya. Kemudian cara penyelesaian itu sebagai akhibat dari kematian seseorang. Sehingga waris dapat dilakukan setelah ada orang (pewaris) yang meninggal.
3.       Soepomo yang menyatakan: “Hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Proses ini telah mulai dalam waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi akuut oleh sebab orang tua meninggal dunia. Memang meninggalnya bapak atau ibu adalah suatu peristiwa yang penting bagi proses itu, akan tetapi sesungguhnya tidak mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda dan harta bukan benda tersebut” 

Dengan demikian hukum waris itu memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada para warisnya. Cara penerusan dan peralihan harta tersebut dapat berlaku sejak pewaris masih hidup atau setelah pewaris maninggal dunia. Bentuk peralihannya dapat dengan cara penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada waris.
Prinsip hukum waris adat menurut Djojodigoeno adalah air mengalir ke bawah, atau menggunakan teori keran air. Teori ini menyebutkan kalau setiap ada kematian maka terbukalah warisan. Air selalu mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah, sama dengan warisan menurut hukum adat warisan jatuh dari suatu generasi ke generasi berikutnnya berarti ada perbedaan waktu antara satu generasi dengan generasi lainnya , dari generasi yang lebih tua ke generasi yang muda. Air tidak akan naik lagi walaupun keran sudah tertutup atau tidak ada ahli warisnnya, air akan mencari keran yaang lain atau mencari ahli waris lainnya yang lebih berhak. Apabila terjadi kasus dimana sang anak meninggal terlebih dahulu dari pada orang tuannya maka warisan tersebut jatuh ke tangan anak si ahliwaris tersebut dengan bagian sebesar yang harusnnya
di terima orang tuannya yang meninggal tersebut. 

Sistem keturunan dilihat dari segi garis keturunan maka perbedaan lingkungan hukum adat itu dapatdi bagi menjadi  3 kelompok yaitu :
a.       Sistem patrilinial (kelompok garis kebapakan )
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris keturunan kebapakan antara lain adalah Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa
Tenggara dan irian.
b.      Sistem matrilineal (kelompok garis keibuan)
Sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan. Suku-suku yang bergaris keturunan ini
adalah minangkabau, enggano.

c.        Sistem Parental atau bilateral (kelompok garis ibu – bapak )
Sistem yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan. Adapun suku yang bergaris
Keturunan ini adalah Jawa, Sunda, Madura, dan Melayu, sistem pewarisan individual
Sistem pewarisan dimana setiap waris mendapatkan pembagian untuk dapat menguasai dan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Setelah harta warisan itu diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat menguasai dan memiliki bagian harta
Warisannya untuk diusahakan dan di nikmati.

 Sistem pewarisan kolektif Pengalihan kepemilikan harta peninggalan dari pewaris kepada waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk mengusahakan menggunakan atau mendapat hasil dari harta peninggalan itu. Sedangkan cara pemakaiannya diatur bersama atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota kerabat yang berhak atas harta peninggalan dibawah bimbingan
Kepala kerabat.

b)      Hukum Waris Barat atau Hukum Waris Perdata
Di dalam sistem Hukum Perdata Barat, Hukum Waris di muat dalam Buku II KUH Perdata mengenai Benda. Hal ini terjadi karena pembuat undang undang telah memasukan hak mewaris sebagai hak kebendaan dan memberlakukan hak ahli waris sebagai suatu hak kebendaan.

Penempatan hukum Waris dalam Buku II tersebuat adalah merupakan akibat dari pengaruh Hukum Romawi dan Hukum Germania pada hukum perdata Perancis (code
Civil), BW, dan KUH Perdata Indonesia.

Hukum waris menurut Pitlo adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur mengenai kekayaan karena meninggalnnya seseorang yaitu Perpindahan kekayaan yang di tinggalkan oleh si meninggal dan akibat dari perpindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnnya, baik dalam hubungan di antara mereka maupun hubungan antara mereka dengan pihak ke 3.

Prinsip-prinsip kewarisan menurut sistem hukum barat adalah :
·         Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta;
·         Hak-hak dan kewajiban dibidang harta kekayaan “beralih” demi hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 833 KUHPerdata, yang menimbulkan hak untuk menuntut (Heriditatis Petitio);
·         Yang berhak mewaris menurut UU adalah mereka yang memiliki hubungan darah, hal ini berdasarkan Pasal 832 KUHPerdata;
·         Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi; dan
·         Setiap orang cakap untuk mewaris (terkecuali ketentuan pada Pasal 838 KUHPerdata).

c)      Prinsip-prinsip Hukum Waris Islam
Hukum Waris menduduki tempat amat penting dalam Hukum Islam karena setiap orang pasti akan mati maka di butuhkan aturan untuk mengatur perpindahan harta yang di tinggalkan kepada orang orang yang berhak atas harta tersebut. Sumber-sumber Hukum Waris Islam adalah :
1.      Al-Qur’an ( surat An-Nisa dan surat Al-Anfal ). Dalam surat An-Nisa menegaskan tentang kuatnnya hubungan kerabat karena pertalian darah, dan pernyataan tersebut di perkuat lagi oleh surat Al-Anfal ayat 75 yaitu Hak kerabat karena pertaian darah, sebagian lebih di utamakan dari sebagian yang lain.
2.      Sunnah Rasul
Meskipun Al-Quran menyebutkan secara terperinci ketentuan-ketentuan bagian ahli waris maka Sunnah Rasul menyebutkan pula hal-hal yang tidak di sebutkan dalam Al-Quaran.
3.      Ijtihad
Beberapa hal masih di perlukan adannya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak di tentukan di dalam Al-Quran dan Sunnah rasul.

Hukum waris islam adalah Hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah dia meninggal dunia kepada ahli warisnnya.

Prinsip-prinsip Hukum Waris Islam
a.  Prinsip Ijbari, yaitu bahwa peraliban harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya.
b.  Prinsip Individual, yaitu bahwa harta warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris untuk dimiliki secara perseorangan.
c.  Prinsip Bilateral, artinya bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mewaris dari kedua belah pihak garis kekerabatan, atau dengan kata lain jenis kelamin bukan merupakan penghalang untuk mewarisi atau diwarisi.
d.  Prinsip kewarisan hanya karena kematian, yakni bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan sebutan kewarisan berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal dunia. Dengan demikian, tidak ada pembagian warisan sepanjang pewaris masih hidup.
Selain prinsip prinsip di atas ada pula beberapa prinsip pewarisan menurut hukum Islam yaitu:
1.      Hukum waris Islam menempuh jalan tengah antara pemberi kebebasan penuh kepada orang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang yang menghendaki dan melarang sama sekali pembagian harta peninggalan yang tidak mengakui hak milik perorangan, yang dengan sendirinnya tidak mengenal sistem pewarisan.
2.      Warisan dalah ketetapan hukum yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknnya atas warisan, dan ahli waris berhak atas harta warisan tanpa perlu kepada pernyataan menerima dengan sukarela atau atas keputusan hakim.
3.      Warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adannya hubungan perkawinan atau karena hubungan nazab/keturunan yang sah.
4.      Hukum waris islam lebih cenderung untuk membagikan harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris, dengan memberikan bagian-bagian tertentu kepada beberapa ahli waris.
5.      Hukum waris islam tidak membedakan hak anak-anak atas harta warisan, hak anak-anak yang sudah besar, yang masih kecil dan yang baru saja lahur, semuannya berhak atas harta warisan orang tuannya. Tetapi perbedaan besar kecilnnya kewajiban yang harus di tunaikan dalam keluarga.
6.      Hukum Waris Islam membedakan besar kecil bagian-bagian tertentu ahli waris diselaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup sehari-hari, disamping memandang jauh dekat hubungan dengan mayit (Ahmad Azhar Basyir,1977).


2.      Perbandingan Hukum Waris Positif yang ada di Indonesia
Seperti yang penulis telah sampaikan di atas, Hukum Waris Positif yang terdapat di Indonesia ada 3 yaitu Hukum Waris Adat yang berlaku untuk golongan Pribumi, Hukum waris Perdata yang berlaku untuk golongan Timur Asing dan Hukum Waris Islam yang berlaku untuk umat Islam, dan apabila seseorang berdada pada 2 atau tiga sistem hukum tersebut maka ia dapat melaksanakan Choice of law atau memilih sistem hukum manakah yang akan ia pakai.

Perbandingan Hukum waris positif yang ada di Indonesia jika di lihat dari unsur-unsur suatu pewarisan yaitu Pewaris, Warisan, dan Ahli waris adalah :
1)      Pewaris
b.      Dalam hukum waris adat si pewaris tidak harus meninggal untuk membagi harta warisannya atau ketika meninggal harta warisan tersebut belum tentu bisa di wariskan karena harta tersebut tidak di bagikan melainkan hannya di operkan ke generasi berikutnnya.
c.       Dalam hukum waris islam pewarisan baru dapat terjadi jika ada yang meninggal terlebih dahulu, atau warisan akan terbuka jika seseorang telah meninggal.
d.      Dalam Hukum Waris Perdata untuk adannya pewarisan harus ada yang meninggal terlebih dahulu karena pewarisan menurut BW yaitu mengenai perpindahan dan akibat hukum dari kekayaan orang yang sudah meninggal.
2)      Warisan
a.       Hukum Waris Adat : Harta warisan dapat berupa Imateriin dan Materiil, Imateriil adalah harta yang tidak dapat di nilai dengan uang( Jabatandan Title). Harta warisan yang berdifat Imateriil dapat di cabut haknnya jika ahli waris tersebut melanggar ketentuan ketentuan adatnnya. Di dalam waris adat di kenal adannya harta warisan atau harta yang di tinggalkan oleh pewaris yang menjadi Hak para ahli warisnnya termasuk pemberian- pemberian kepada anaknnya selama ia masih hidup , dan Harta Peninggalan harta yang secara nyata di tinggalkan si pewaris pada saat ia meninggal.
b.      Hukum Waris Islam : Hannya harta yang bersifat Materiil sajalah yang dapat di wariskan atau hannya yang dapat di nilai dengan uang yang dapat di wariskan, dan harta warisan tersebut harus diuangkan dan secepatnnya di bagi agar tidak tejadi peristiwa saling memakan harta anak yatim.
c.       Hukum Waris Perdata: Hal-Hal yang dapat di wariskan adalah yang dapat di nilai dengan uang, menurut pasal 833 yang dapat di wariskan adalah hak milik atas segala barang, segala Hak dan segala piutang si yang meninggal namun pasal ini kurang menyebutkan kata hutang, karena hutang menurut sistim kewarisan perdata dapat di wariskan juga.
a.       Hukum Waris Adat : Ahli waris dalam hukum adat adalah generasi berikutnnya dari si pewaris dan di sesuaikan dengan pola sistem kekerabatannya, jika polannya adalah parental maka kedudukan antara laki-laki dengan perempuan adalah seimbang, jika polannya Patrilineal maka silsilah yang di lacak dari keturunan laki lakim dan jika Matrilineal adalah kebalikan dari Patrilineal.
b.      Hukum waris Islam :  Ahli waris hannyalah yang mempunnyai ikatan darah sesuai dengan surat An-Nisa dan Al-Anfal, dan yang mempunnyai hubungan perkaeinan dan Nasab.
c.       Hukum waris Perdata :  Menurut BW pasal 836 syarat agar ia dapat menjadi ahli waris apabila ia telah lahir dan hidup namun ada pengecualiannya di ps.2 BW bayi yang masih ada dalam kansungan di anggap telah ada apabila kepentingannya menghendaki, kepentingan yang di maksud di sini adalah dalam hal pewarisan.


BAB III
KESIMPULAN
Dalam hukum waris adat di Indonesia itu mempunyai corak sendiri berbeda dengan hukum waris islam atau hukum waris barat. Peralihan harta kekayaan pada hukum waris adat tidak memandang pewaris sudah meninggal dunia atau masih hidup. Sehingga hukum waris adat dipandang sebagai peralihan harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya tanpa memperhitungkan sudah meninggal atau masih hidupnya pewaris. Berbeda dengan hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata pewarisan terjadi sebagai akibat dari adannya kematian.
















DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah. 1990. Pedoman Islam di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas
       Indonesia (UI Press).

Hadikusuma, Hilman. 1990. Hukum Waris Adat. Bandung: PT. Citra aditya Bakti.

Soekanto, Soejono.1986. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali.

Sudarsono. 1991. Hukum Waris Dan Sistem Bilateral. Jakarta: PT. Melton Putra.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Did you realize there is a 12 word phrase you can tell your crush... that will induce intense feelings of love and instinctual appeal for you buried inside his heart?

Because hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, adore and care for you with all his heart...

===> 12 Words Who Fuel A Man's Love Response

This instinct is so built-in to a man's brain that it will make him try better than ever before to build your relationship stronger.

As a matter of fact, fueling this all-powerful instinct is absolutely important to getting the best possible relationship with your man that the second you send your man a "Secret Signal"...

...You will immediately find him expose his soul and heart for you in such a way he haven't expressed before and he'll recognize you as the only woman in the galaxy who has ever truly interested him.

neoboard