Rabu, 29 Juni 2011

fenomena blackberry dikalangan anak muda mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Di era informasi seperti ini mungkin kita sering melupakan arti penting untuk bertemu secara langsung. Atau melupakan arti penting dari bertemu langsung atau bertegur sapa.Aktifitas remaja jaman sekarang yang ada menurut pengamatan penulis mereka tidak mau dikatakan kampungan apalagi dibilang tidak gaul. Maka mereka supaya dibilang gaul oleh sebab itu sangat mengikuti teknologi. Mereka berusaha keras untuk memiliki tren gadget masa kini.kita ambil contoh Blackberry atau sering kita sebut BB merupakan alat yang digunakan untuk kita semua berkomunikasi jarak jauh dengan orang lain.untuk kalian ketahui bahwa Blackberry dikembangkan oleh sebuah perusahaan canada yang hingga saat inipun, tidak banyak orang yang mengetahui namanya. Sangat berbeda dengan Nokia dan Motorola ataupun microsoft yang namanya dikenal luas, pembuat blackberry adalah perusahaan yang bernama Research in Motion.
Dengan peningkatan kemampuan layanan komunikasi seluler, blackberry pun ikut terangkat. Dan dengan makin turunnya biaya komunikasi, pada akhirnya BlackBery menjadi sebuah fenomena.di indonesia bahkan di UNSOED sendiri remaja remaja banyak yang menggunakan gadjed ini untuk melakukan aktifitas internet,blackberry massanger/BBM,dll. Manapun dan kapan pun.Di tempat-tempat yang kita inginkan. Kalau pun belum mampu membeli gadget tersebut mereka akan membeli hand phone yang memiliki ciri fisik yang sama dengan smartphone tersebut.
Dengan fenomena ini kita mengenal mengenai asosial yang lama-lama menghantui kita sebagai generasi muda. Apa lagi pada jaman yang semakin cepat untuk mendapatkan informasi.gadjet yang ditujukan sebagai alat mempermudah kita untuk mengakses jaringan sosial untuk saling bertegur sapa didunia maya dengan teman-teman,baik teman lama maupun teman baru.Tapi ternyata dengan segala kelebihan yang dimaksud dengan hadirnya gadget blackberry yang ternyata disambut dengan sukacita oleh masyarakat indonesia maupun oleh masyarakat kampus kita,ternyata ada sisi negative yang dibawa oleh gadget keren satu ini. salah satu sisi negative yang ada adalah meningkatnya fenomena asosial walaupun kita jelas lagi bersosialisasi dengan kawan-kawan di situs jejaring sosial maupu blackberry massangger diBB kita.
Tanpa kita sadari, ada hal yang kurang jika tidak pernah bertegur sapa atau memberi kabar bahkan diri kita pada kawan-kawan, ada rasa hampa jika tidak akses barang semenit lewat gadget keren tersebut, bahkan bukan hal tabu jika hal pertama dilakukan ketika bangun tidur ataupun yang terakhir dilakukan sebelum tidur adalah mengakses situs jejaring sosial ini dan mengabarkan aktivitas kita sekarang.Bahkan yang lebih mengherankan menurut pengakuan seorang mahasiswa UNSOED sendiri jurusan biologi yang tidak mau disebutkan namanya “kami sering kumpul dalam satu tempat hanya sekedar kongkow kumpul kumpul dan memegang gadget kita kalau misalnya masing-masing dapat BBM dari temennya yang jauh ya lanjut kita BBMan masing-masing”
Tanpa kita sadari, kegiatan kita ini bahkan kita lakukan walaupun tengah berada di kerumunan orang, bukan sesuatu yang aneh jika kita asyik mengetik keypad qwerty kita.walaupun jelas-jelas kita lagi berbicara sama orang-orang. Kita asyik bersosialisasi dengan dunia maya dan menjadi asosial dengan dunia nyata kita. Jadi kadang-kadang ada idiom dari gadget keren ini adalah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Minggu, 01 Mei 2011

[filsafat] PERTANYAAN PLATO TENTANG CINTA DAN KEHIDUPAN PERKAWINAN non_sisca Mon, 06 Aug 2007 22:23:29 -0700


Plato bertanya akan cinta dan kehidupan ... 

Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, 
"Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya?"
 
Gurunya menjawab, "Ada ladang gandum yang luas di depan sana. 
Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah 
satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap 
paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta" .

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan
kosong, tanpa membawa apapun.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?" 

Plato menjawab, "Aku hanya boleh membawa satu saja,dan saat berjalan 
tidak boleh mundur kembali (berbalik)".
Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak 
tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak 
kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh 
lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak 
sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya"

Gurunya kemudian menjawab " Jadi ya itulah cinta"

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya,
"Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?"

Gurunya pun menjawab "Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah 
tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang 
satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling 
tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan"

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan 
membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan 
tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.

Gurunya bertanya, "Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?"

Plato pun menjawab, "sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, 
setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan 
tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa 
tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan 
membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk 
mendapatkannya."

Rabu, 27 April 2011

PERCOBAAN (Poging) MOHAMMAD EKAPUTRA, SH.,M.Hum Fakultas Hukum Jurusan Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara



A. Pengertian Percobaan (Poging)


1. Percobaan Menurut KUHP

Percobaan melakukan kejahatan diatur dalam Buku ke satu tentang Aturan Umum, Bab 1V pasal 53 dan 54 KUHP. Adapun bunyi dari pasal 53 dan 54 KUHP berdasarkan terjemahan Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Kehakiman adalah sebagai berikut:
Pasal 53

(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam percobaan dikurangi sepertiga.

(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.

Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Kedua pasal tersebut tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan percobaan melakukan kejahatan (poging), yang selanjutnya dalam tulisan ini disebut dengan percobaan.
Jika mengacu kepada arti kata sehari-hari, percobaan itu diartikan sebagai menuju ke sesuatu hal, akan tetapi tidak sampai kepada hal yang dituju itu, atau dengan kata lain hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai tetapi tidak selesai. Misalnya seseorang bermaksud membunuh orang tetapi orangnya tidak mati, seseorang hendak mencuri barang tetapi tidak sampai dapat mengambil barang itu (Soesilo, 1980:59).
Satu-satunya penjelasan yang dapat diperoleh tentang pembentukan Pasal 53 ayat (1) KUHP adalah bersumber dari MvT yang menyatakan:
Poging tot misdrijf is dan de begonnen maar niet voltooide uitvoering van het misdrijf, of wel de door een begin van uitvoering geopenbaarde wil om een bepaald misdrijf te plegen. (Dengan demikian, maka percobaan untuk melakukan kejahatan itu adalah pelaksanaan untuk melakukan suatu kejahatan yang telah dimulai akan tetapi ternyata tidak selesai, ataupun suatu kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu yang telah diwujudkan di dalam suatu permulaan pelaksanaan) (Lamintang, 1984: 511).
2002 digitized by USU digital library 1
Pasal 53 KUHP hanya menentukan bila (kapan) percobaan melakukan kejahatan itu terjadi atau dengan kata lain Pasal 53 KUHP hanya menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang pelaku dapat dihukum karena bersalah telah melakukan suatu percobaan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

a. Adanya niat/kehendak dari pelaku;

b. Adanya permulaan pelaksanaan dari niat/kehendak itu;

c. Pelaksanaan tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak dari pelaku.

Oleh karena itu agar seseorang dapat dihukum melakukan percobaan melakukan kejahatan, ketiga syarat tersebut harus terbukti ada padanya, dengan akta lain suatu percobaan dianggap ada jika memenuhi ketiga syarat tersebut.
Percobaan seperti yang diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini menentukan, bahwa yang dapat dipidana adalah seseorang yang melakukan percobaan suatu delik kejahatan, sedangkan percobaan terhadap delik pelanggaran tidak dipidana, hanya saja percobaan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana khusus dapat juga dihukum. Sebagai contoh seseorang yang melakukan percobaan pelanggaran (mencoba melakukan pelanggaran) terhadap hal-hal yang telah diatur dalam UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, dapat dipidana.
Menurut Loebby Loqman pembedaan antara kejahatan ekonomi dengan pelanggaran ekonomi ditentukan oleh apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja atau dengan tidak sengaja. Dianggap sebagai kejahatan ekonomi jika perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja, tetapi jika perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian pelaku maka hal ini dianggap sebagai pelanggaran ekonomi (1996:3).
Selain itu ada juga beberapa kejahatan yang percobaannya tidak dapat dihukum, misalnya percobaan menganiaya (Pasal 351 ayat (5)), percobaan menganiaya binatang (Pasal 302 ayat (3), dan percobaan perang tanding (Pasal 184 ayat (5)). (Soesilo, 1980:61).

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH SINOPSIS BUKU ’’Hukum Pemerintahan Daerah Kajian Tentang Hubungan Keuangan Antara Pusat Dan Daerah’’


1.Pembukaan
Sejarah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum menemukan bentuk yang ideal. Karena sesuai dengan yang diamanatkan oleh pasal 18 UUD 1945sebelum amandemen , hubungan ini tetap dapat menjamin tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia.
            Adapun bentuk yang belum ideal itu didasari dari kerancuan isi dasar hubungan ini. Yaitu pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen dan penjelasannya yang merupakan landasan hukum mengenai pemerintahan daerah,sangat tidak jelas.Bahwa Indonesia tidak mungkin memiliki daerah di dalam lingkungannya yang berbentuk negara juga. Karena di Indonesia daerah itu terdiri dari daerah besar atau propinsi dan akan dibagi lagi ke daerah kecil yang bersifat otonom atau bersifat administrativearena  belaka yang lebih lanjut diatur oleh undang-undang.
            Sulit untuk menafsirkan penjelasan pasal ini. yang berbunyi “oleh karena Negara Indonesia itu sudah eihed staat maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di lingkungannya yang bersifat staat juga.daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula daerah-daerah yang bersifat otonom (streek dan locale (rechtsgemeenschappen)) atau bersifat daerah administrative belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang undang”.didalam penjelasan ini tidak dapat dipahami dan diketahui dengan cara dan proses bagaimanakah hubungan antara pusat dan daerah itu dilaksanakan.
 Dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah negara dengan sistem desentralistik. Yaitu adanya urusan-urusan pemerintahan yang harus didelegasikan kepada satuan pemerintahan yang lebih kecil. Dan berarti harus ada pengaturan yang jelas mengenai hubungan antara pusat dan daerah hal ini dikarenakan kemampuan Pemerintah berikut perangkatnya yang ada didaerah terbatas wilayah negara sangat luas, terdiri dari 3000 pulau besar dan kecil.pemeritah tidak mungkin mengetahui seluruh dan segala macam kepentingan dan kebutuhan rakyat yang tersebar di seluruh pelosok negara.hanya rakyat setempat yang mengetahui kebutuhan,kepentingan dan masalah yang dihadapi dan hanya mereka yang mengetahui bagaimana cara yang sebaik baiknya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
            Sebagai negara kesatuan, Indonesia memiliki dua cara yang dapat menghubungkan antara pemerintahan pusat dengan daerah. Yaitu dengan sentralisasi, dimana wewenang yang berisi tugas, fungsi, dan segala urusan ada di pemerintah pusat. Cara kedua adalah desentralisasi, yaitu dimana segala wewenang, urusan, fungsi, dan tugas diserahkan seluas-luasnya kepada pemerintah daerah.
            Pembagian urusan, tugas, dan fungsi serta tanggung jawab pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menunjukkan ketidak mungkinan semua urusan pemerintahan diselenggarakan oleh pemerintah pusat saja. Hal ini memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk mengatur, mengurus, dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Maka dari itu dibutuhkan pengaturan yang baik, komprehensif, dan responsif terhadap tuntutan kemandirian dan perkembangan daerah.
            Karena masih ada kerancuan dalam pasal 18 UUD 1945, maka pasal ini diamandemen dengan menitikberatkan kepada garis besar hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Yang isinya adalah dalam hubungannya pemerintah pusat dengan pemerintah daerah baik yang menyangkut hubungan kewenangan maupun keuangan harus dilakukan secara adil, selaras, dan memperhatikan kekhususan dan keberagaman daerah serta harus diatur oleh undang-undang.
            Sebelumnya, undang-undang No. 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-daerah yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri dan beberapa Ketatapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang mengatur tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Tap MPR No. IV/1973, Tap MPR No. III/1978, Tap MPR No. IV/1983, dan Tap MPR No. II/1988 secara garis besar menyatakan bahwa pengaturan hubungan keuangan antara pusat dan daerah sebagai salah satu aspek dari hubungannya, harus dapat menciptakan pemerataan pembangunan secara nasional dan mendorong percepatan kemajuan dan kemandirian daerah.
            Masalah keuangan daerah merupakan salah satu aspek yang timbul dari hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Setelah ditelaah lebih dalam, ternyata sumber-sumber pendapatan yang dapat diolah dan dinikmati daerah telah ditentukan dahulu oleh pusat. Kenyataannya sumber-sumber pendapatan yang secara ekonomis kurang menjanjikan dan kurang potensial. Hal ini mengakibatkan ketergantungan keuangan daerah kepada pusat tidak semakin berkurang, tetapi semakin tinggi.disini menimbulkan kemungkinan lambatnya pembangunan daerah segala macam kebutuhan daerah harus dengan perstujuan pusat.
            Tentu saja hal ini apabila dikaji dengan isi UU No. 32 tahun 1956  tidaklah sebanding dengan isi pasal-pasalnya. Karena dikhawatirkan undang-undang ini justru akan menghambat daerah dalam melepaskan ketergantungannya pada pusat. Khususnya dalam bidang pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
            Seperti yang tercantum dalam pasal 2 undang-undang ini, yang menyebutkan pajak asli daerah (PAD) merupakan sumber keuangan daerah. Namun dalam implementasinya hal ini menunjukkan gejala sentralistik dimana pusat masih sangat dominan untuk menguasai sumber pendapatan daerah ini. sehingga kemungkinan daerah akan kesulitan untuk membiayai dirinya sendiri.
            Undang-undang ini dirasa belum bisa memfasilitasi mengenai perimbangan keuangan. Lalu lahir undang-undang No. 5 Tahun 1974 dengan pasal 57 yang berisi tentang perimbangan keuangan antara pemerintah dan daerah diatur oleh undang-undang.
            Seiring perkembangan jaman, undang-undang No. 5 Tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku karena sudah ada undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, namun undang-undang mengenai perimbangan keuangan tetap belum ada.
            Pasal 79 dan 80 undang-undang ini secara tegas menuntut agar dikeluarkannya pengaturan mengenai hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Maka diundangkanlah undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antar pusat dan daerah.
            Dalam perkembangannya, UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 23 tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. Namun mengenai hubungan pusat dengan daerah telah terakomodasi didalamnya karena amandemen undang-undang dasar di tahun 2000.
            Diharapkan dalam negara kesatuan yang desentralistik ini, hubungan antara pusat dengan daerah memperhatikan kekhususan dan keberagaman. Dalam hal keuangan, harus bisa selaras dan adil sesuai dengan undang-undang.
            Hubungan keuangan tidak pernah ditulis dengan gamblang. Kata itu sering diganti dengan perimbangan keuangan. Upaya untuk menemukan format hubungan keuangan pemerintah pusat dengan daerah yang ideal merupakan suatu proses yang berjalan seiring perkembangan jaman dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
            Perimbangan adalah memperbesar pendapatan asli daerah sehingga lumbung keuangan daerah dapat berisi lebih banyak. Yang menjadi persoalan dasar dari perimbangan keuangan antara pusat dan daerah ini adalah pembagian sumber-sumber pendapatan maupun kewenangan kepengurusan dan pengelolaan antara pemerintah pusat dan daerah.
            Sebetulnya inti dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah adalah pengaturan masalah distribusi. Sebagai konsekuensi dari distribusi kekuasaan kepada pemerintah daerah, maka pemerintah daerah harus memiliki kemampuan keuangan yang memadai.
            Ada dua cara pendekatan yang dapat dilakukan. Yaitu, pemerintah daerah diberikan seperangkat sumber-sumber keuangan lalu diberi tugas dan tanggung jawab sejauh sumber keuangan tersebut. Kedua yaitu dengan dirundingkannya dahulu urusan ini oleh pemerintah pusat bersama dengan pemerintah daerah.Dan, pemecahan masalah keuangan antara pusat dan daerah hendaknya ditujukan kepada upaya agar bantuan pusat tidak terlalu banyak menghambat kemandirian dari daerah.
2. Kajian Terotik Tentang Hubungan Pusat dan Daerah
Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan daerah
            Indonesia sebagai Negara yang berbentuk kesatuan mempunyai indikator yang meliputi : kedaulatan tertinggi ada pada pemerintah nasional, penyerahan suatu kekuasaan atau wewenang kepada satuan pmerintahan lokal hanya dapat dilaksanakan atas perintah undang-undang yang dibuat legislative nasional, tidak ada satuan pemerintah yang lebih rendah yang mempunyai sifat staat.
            Desentralisasi yang merpakan konsekuensi pembagian kekuasaan secara vertical dilaksanakan karena alasan yuridis.yakni pasal 1 ayat 1, pasal 4 ayat 1 serta pasal 18 ayat 1 UUD 1945.
            Dalam peraturan perundangan, dikenal beberapa asas penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan kebijaksanaan. Namun menurut Bagir Manan,desentarlisasi dan dekonsentrasi bukan merupakan asas tetapi merupakan proses atau cara penyelenggaraan sesuatu.
            Pasal 18 UUD 1945 hasil amandemen memuat paradigma baru pemerintahan daerah, yaitu :
  1. prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
  2. prinsip menjalankan otonomi yang seluas-luasnya (pasal 18 ayat 5)
  3. prinsip kehususan dan keragaman daerah (pasal 18 ayat 1)
  4. prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya (pasal 18B ayat 2)
  5. prinsip mengakui dan menghormati pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa (pasal 18B ayat 2)
  6. prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan umum (pasal 18 ayat 3)
  7. prinsip hubungan pusat dan daerah harus dilaksanakan secara selaras dan adil (pasal 18 ayat 2)

Jumat, 22 April 2011

“PENGANTAR SISTEM POLITIK: MENGAPA SISTEM POLITIK INDONESIA SELALU BERUBAH?



Apabila sistem berfungsi seperti tahapan yang digambarkan, kita akan mendapatkan “sistem politik stabil.”  Sedangkan apabila sistem tidak berjalan sesuai tahapan, maka kita akan mendapatkan “sistem politik disfungsional.” Easton menetapkan batasan lingkungan pada sistem politik dimana input dan output senantiasa berada dalam keadaan tetap, seperti tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.


Bahan Kuliah Minggu II

Arti kata politik selama ini belum memiliki definisi yang seragam.  Walaupun ilmu politik masih bergulat dalam menciptakan konsep tunggal tentang politik, hal ini bukan berarti kita perlu menyesalinya. Bahkan kita patut bersyukur bila mengingat kembali akan hakekat keberadaan ilmu sosial dan humanis merupakan pembuktian bahwa tidak ada satupun kebenaran mutlak dalam menjawab suatu masalah. Kebenaran mutlak yang selalu diagung-agungkan ilmu sains murni seperti ilmu biologi, fisika, dan lainnya.

Artinya, sangatlah wajar bila kita berbicara politik dengan melibatkan berbagai definisi berdasarkan sudut pandang kita tentang politik, misalnya melalui tinjauan konflik, perdamaian, kontrol, kekuasaan, atau lainnya.  Pada akhirnya sudut pandang yang paling memungkinkan, meliputi segala definisi tentang politik akan membutuhkan pendekatan menyeluruh dengan menggabungkan keseluruhan tinjauan tersebut.  Munculnya pendekatan sistem merupakan upaya paling komprehensif dalam melibatkan berbagai definisi politik yang ada secara interaktif.

Sementara itu, pendekatan sistem berusaha menimbulkan pemahaman terhadap politik bukan hanya dari perspektif kelembagaan atau institusi yang ada saja.  Akan tetapi, sistem politik selalu bergerak dinamis, melibatkan fungsi dan lingkungan internal dan eksternal.  Akibatnya, sistem politik di suatu negara akan bersinggungan dengan sistem politik di negara lain, begitu pula sebaliknya. 

Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam cakupan lebih luas.  Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia.   Namun demikian, kekhasan sistem politik Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum diperhitungkan sistem politik negara lain.

Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik Indonesia adalah melalui pengembangan wawasan dengan melibatkan institusi-institusi nasional dan internasional.  Artinya lingkungan internal dan eksternal sebagai batasan atau boundaries dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami terlebih dahulu.

Lingkungan internal akan sangat dipengaruhi oleh budaya politik bangsa Indonesia.  Sedangkan budaya politik sendiri merupakan wujud sintesa peristiwa-peristiwa sejarah yang telah mengkristal dalam kehidupan masyarakat, diwariskan turun temurun berupa tatanan nilai dan norma perilaku.   Sementara itu, lingkungan eksternal sedikit banyak mempengaruhi lingkungan internal ketika transformasi budaya berlangsung akibat peristiwa sejarah semisal penjajahan kolonial maupun bentuk “penjajahan” budaya pop (pop culture) di era globalisasi.

Mempelajari sistem politik suatu negara tidak dapat dan tidak pernah berdiri sendiri dari sistem politik negara lain, setidaknya itulah maksud implisit yang diutarakan David Easton melalui pendekatan analisa sistem terhadap sistem politik.  Sampai kemudian, Gabriel Almond meneruskannya ke dalam turunan teori sistem politik yang lebih konkrit, yaitu menggabungkan teori sistem ke dalam struktural-fungsional, barulah kita mendapatkan pemahaman bagaimana sistem politik seperti di Indonesia berinteraksi dengan sistem politik lainnya. 

Akhirnya, mengingat sebegitu luas pembicaraan mengenai sistem politik, maka layaknya suatu sistem, saya akan ciptakan terlebih dahulu batasan-batasannya, yaitu mengenalkan kedua pendekatan terhadap sistem politik baru kemudian menganalisis sistem politik Indonesia. Oleh karena itu subbab pertama membahas pendekatan sistem politik dari teori behavioral.  Subbab kedua melanjutkan bahasan pendekatan sistem politik dari sudut teori struktural-fungsional, dan subbab terakhir akan memfokuskan pada arti penting sejarah dalam mempelajari sistem politik Indonesia.

Pendekatan Teori Behavioral Sistem Politik

Adalah David Easton (1953), seorang ilmuwanpolitik dari Harvard University, memperkenalkan pendekatan analisa sistem sebagai metode terbaik dalam memahami politik. Di kalangan ilmuwanpolitik yang menganut tradisi pluralis, teori Easton yang bersifat abstrak berpengaruh sampai akhir tahun 1960-an (lihat Harold Laswell dan Robert Dahl).   Kaum pluralis mengingkari berbicara dengan konteks spesifik.  Sedangkan ilmuwanpolitik kontemporer berkeinginan untuk menciptakan teori umum dengan melihat masalah lebih konstekstual.

Sebagai pendukung setia aliran behavioralisme, Easton berusaha keras mengantarkan politik menjadi ilmu setara dengan ilmu alam dengan mengembalikannya ke dalam kaidah-kaidah saintifik seperti generalisasi, abstrak, validitas, dan sebagainya untuk mengukur tingkah laku politik seseorang. Hasrat kuat untuk memunculkan politik sebagai ilmu pengetahuan (science) ditempuh dengan cara menciptakan model abstrak, mempolakan rutinitas dan proses politik secara umum.  Model seperti ini menurut Easton, memiliki tingkat abstraksi saintifik sangat tinggi, sehingga generalisasi politik sebagai ilmu akan tercapai. Menurut Easton, politik harus dilihat secara keseluruhan, bukan hanya berdasarkan kumpulan dari beberapa masalah yang harus dipecahkan.

Easton menganggap politik sebagai organisme, memperlakukannya sebagai mahluk hidup. Teori Easton berisi pernyataan tentang apa yang membuat sistem politik beradaptasi, bertahan dan bereproduksi, dan terutama, berubah.  Easton menggambarkan politik dalam keadaan selalu bergejolak, menolak ide “equilibrium,” yang mempengaruhi teori politik masa kini (lihat teori institusionalisme).  Lebih jauh, Easton menolak ide bahwa politik dapat dipelajari dengan melihat berbagai tingkatan analisis.  Oleh karena itu, abstraksi Easton dapat diterapkan untuk kelompok apapun pada waktu kapanpun.

Hasil karya pemikiran Easton mengenai model sistem politik dapat ditemukan di tiga volume buku yaitu: “The Political System” (1964); “A Framework for Political Analysis” (1965); dan yang paling penting adalah “A Systems Analysis of Political Life” (1979). 

Fokus perhatian Easton bersumber pada pertanyaan mengenai bagaimana mengelola sistem politik agar tetap utuh dalam situasi dunia yang penuh gejolak dan rentan pada perubahan.  Dalam menjawab pertanyaan ini, Easton meyakini akan pentingnya melakukan penelitian akan bagaimana sistem politik berinteraksi dengan lingkungannya, baik di dalam maupun di luar lingkup masyarakat.,

Secara sederhana Easton mengungkapkan bahwa memahami sistem politik sama seperti halnya memahami sistem lain seperti ekonomi, yang kesemuanya merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar.  Namun demikian, sistem politik menurut pandangan Easton bersifat khusus, karena memiliki kekuatan membuat keputusan yang mengikat semua anggota dalam sistem.

08/06/2008 12:28 - Tabir Kejahatan Tragedi Kekerasan Monas

Liputan6.com, Jakarta: Ahad, tepat sepekan silam, kawasan Monumen Nasional di Jakarta Pusat dipenuhi ribuan orang dari berbagai elemen masyarakat. Tujuan mereka tak lain untuk memperingati lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni. Begitu pula dengan massa dari kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

Namun, tiba-tiba sekelompok massa menyerbu dengan luapan amarah. Kaget dan tak siap, kelompok ini pun kocar kacir ketakutan. Kendati demikian, massa penyerang yang belakangan diketahui dari Front Pembela Islam (FPI) tak peduli. Mereka terus menghajar tanpa pandang bulu. Kedatangan polisi dalam jumlah lebih besar juga tak banyak membantu.

Tindak kekerasan pengikut FPI akhirnya bisa dilokalisir. Belasan orang mengalami luka-luka, tak terkecuali perempuan dan anak-anak. Sembilan orang di antaranya dirujuk ke rumah sakit [baca: FPI Menyerbu Massa Aliansi Kebangsaan, 14 Terluka].

Bagi FPI, aksi ini adalah puncak kemarahan mereka terhadap massa AKKBB yang dituding menunggangi peringatan Hari Pancasila dengan berorasi mendukung kelompok tertentu. Namun, kejadian ini membuat mantan Presiden Abdurrahman Wahid gusar dan bereaksi keras saat mengunjungi korban penyerangan yang di antaranya adalah personel Wahid Institute [baca: Gus Dur: Polri Harus Ambil Tindakan Hukum].

Sehari pascapenyerangan di silang Monas, polisi mengaku mengantungi lima nama tersangka kerusuhan. Namun, saat itu belum satu pun yang ditangkap. Sementara di Markas FPI di Petamburan III, Jakarta Barat, situasi nampak tegang. Ormas ini membuat pernyataan keras yang menantang dan menyatakan akan melawan jika salah satu anggotanya ditangkap polisi.

Tidak hanya di Jakarta, aksi penyerangan FPI juga menimbulkan reaksi di berbagai daerah. Tak kurang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga langsung merespona kasus ini dengan memerintahkan pelaku penyerangan diproses secara hukum [baca: Presiden Menyesalkan Serangan FPI].

Desakan agar polisi menangkap pelaku penyerangan insiden Monas membuat aparat gerah. Puncaknya, Selasa malam Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya mengultimatum petinggi FPI. Ultimatum pun bersambut. Suasana di Markas FPI malam itu seketika tegang, penjagaan pun dilakukan. Namun demikian, tak seorang pun tersangka insiden Monas yang diserahkan.

Rabu pagi, gang masuk ke Markas FPI tak nampak ada penjagaan. Sekitar 1.500 personel kepolisian masuk ke Markas FPI. Sikap Habib Rizieq Shihab yang sebelumnya akan melawan jika ada anggotanya yang ditangkap, kali ini melunak. Polisi menangkap puluhan anggota FPI untuk dimintai keterangan. Polisi juga menyita puluhan tongkat dan sejumlah senjata tajam [baca: Puluhan Anggota FPI Meringkuk di Tahanan].

Habib Rizieq akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, sementara Munarman yang sempat mengaku akan bertanggung jawab kini justru menghilang. Berbagai lokasi, termasuk tempat tinggal Munarman di Jakarta digeledah polisi. Namun hasilnya nihil. Bukan tanpa alasan ia tak menampakkan diri. Video pernyataan dirinyalah yang menjawab [baca: Munarman Muncul dalam Video Rekaman].

Membuat sikap membela keyakinan dalam beragama sah-sah saja. Namun, sepatutnya dilakukan dengan cara yang baik serta bermartabat dan bukan dengan tindak kekerasan yang menyengsarakan dan merugikan orang banyak. Di lain pihak, pemecahan kasus pertikaian antara dua kelompok ini semestinya diupayakan pemerintah secara adil dan damai. (ADO/Tim Buser SCTV).














Analisis masalah

            Tragedi kekerasan Monas adalah bukti nyata sepak terjang anarkisme salah satu ormas yang ada di Indonesia. Dalam tragedi ini ormas yang bertindak anarkis adalah Front Pembela Islam (FPI). Tindakan yang anrkisme ini terjadi lantaran adanya pihak yang mendukung golongan tertentu dimana golongan yang yang dibela adalah penghalang kepentingan FPI.
            Seperti yang kita ketahui bahwa FPI adalah organisasi yang dibentuk dalam rangka memperjuangkan kepentingan tertentu (interest group asosiasi) yang tujuannya tidak lain adalah menegakkan ajaran Islam. Secara logika kelompok semacam ini tidak akan pernah suka jika ada pihak-pihak yang menghalangi usaha mewujudkan kepentingannya.
            Beberapa pekan sebelum terjadi tragedi monas, FPI tengah gencar meminta pemerintah untuk membubarkan kelompok yang menurut mereka mencemarkan agama Islam yang dibelanya. Namun pada tanggal 1 Juni 2008 ada sebuah aksi yang menurut FPI merupakan aksi dukungan terhadap keberadaan kelompok yang melecehkan agama Islam tersebut. Dalam situasi yang semacam ini Nampak jelas adanya benturan kepentingan antara dua kelompok yang berbeda.
            Benturan yang semacam ini merupakan hal yang wajar dalam kehidupan politik di mana pun. Dalam setiap masalah terutama politik pasti selalu terjadi pro dan kontra. Yang menjadi masalah adalah ketika benturan ditanggapi dengan aksi kekerasan dan anarkisme seperti yang dilakukan oleh ormas FPI. Dalam aksi menentang lawannya, FPI menggunakan cara anarkis saat membubarkan kegiatan yang tengah dilakukan lawannya. Dalam tragedi monas tersebut sedikitnya 14 orang mengalami luka-luka tak terkecuali wanita dan anak-anak.
            Alasan ormas FPI melakukan tindakan anarkis sebenarnya adalah tindakan yang wajar. Upaya itu adalah cara untuk mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan dari organisasi semata.
            Akibat tindakan yang anarkis tersebut beberapa orang yang dinggap bertanggung jawab diciduk aparat kepolisian. Mereka harus mempertanggung jawabkan akibat dari perbuatannya itu. Saat ini telah diputus hukuman penjara terhadap beberapa orang yang dianggap bertanggug jawab tersebut tak terkecuali pimpinan FPI Habib Rizieq dan komando laskar jihad Munarman yang sempat menghilang setelah peristiwa monas.
            Tindakan ini bukanlah tindakan anarkis pertama yang dilakukan oleh FPI. Dalam berbagai aksinya kerap kali diwarnai dengan anarkisme dan kekerasan. Oleh sebab itulah banyak kalangan yang meminta pemerintah untuk segera membubarkan organisasi ini. Menanggapi tuntutan sebagian masyarakat itu sampai saat ini pemerintah belum terlihat adanya niat untuk membubarkan organisasi yang dikatakan anarkis ini.
            Dalam pasal 18 dan 26 PP No. 18 tahun 1986 sebagai pelaksanaan UU No. 8 tahun 1985 dicantumkan alasan-alasan suatu organisasi masyarakat dapat dibekukan atau dibubarkan. Dalam pasal 18 dikatakan alasan ormas dibubarkan adalah karena mengganggu keamanan dan ketertiban umum dan/atau menerima bantuan dan/atau menberi dantuan kepada luar negeri tanpa ijin pemerintah. Sedangkan dalam pasal 26 dikatakan suatu ormas dapat dibekukan atau dibubarkan karena melanggar ketentuan pasal 2, 3, 4, dan 7. Yang dimaksud dalam ketentuan pasal 2, 3, 4, dan 7 adalah ketentuan-katentuan mengenai kelengkapan administratif.
            Berdasar ketentuan-ketentuan diatas ternyata FPI tidak dapat dibubarkan karena tidak ada bukti yang cukup kuat bahwa telah melanggar ketentuan-ketentuan diatas. Kesalahan yang dilakukan FPI adalah adanya kekerasan dan anarkisme dalam aksi-aksinya. Sayangnya hal tersebut tidak dicantumkan dalam undang-undang maupun peraturan pemarintah sehingga sampai saat ini ormas yang seperti itu masih dapat berdiri tegak. Jeratan hukum hanya dapat dikenakan pada orang-orang yang bertindak anarkis, tetapi tidak pada organisasinya.
            Tindakan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah saat ini agar kekerasan dan anarkisme oleh ormas tertentu tidak berlanjut adalah dengan melakukan pembinaan. Pembinaan terhadap ormas telah diatur dalam pasal 12 UU No. 8 tahun 1985 dan pasal 13-17 PP No. 18 tahun 1986.

Jumat, 21 Januari 2011

perkuat reformasi pajak....

kasus gayus mungkin sangat mencengangkan kita masyarakat indonesia.seorang pegawai golongan 3 direktorat pajak tersebut  memang dapat dikatakan memang licik padahal kita ketahui Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum(wikipedia).kurangnya kesadaran masyarakat akan membayar pajak membuat bekembang nya semakin tumbuh suburnya mafia seperti gayus tersebut.pajak sangat berdampak terhadap peningkatan kapasitas fiscal, melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.
pengaruh mafia pajak mungkin ada main denga para perusahaan yang tidak mau membayar pajak atau kepada wajib pajak-wajib pajak lain yang bandel.
Perbaikan moral, kedisiplinan, dan kemampuan aparat adalah pekerjaan utama yang paling berat. Kritik yang paling banyak adalah terjadinya negosiasi antara petugas dan wajib pajak. Dalam hal penetapan besarnya restitusi, pengawasan terhadap laporan keuangan wajib pajak, penagihan tunggakan, sampai hal-hal kecil dalam soal pengisian surat pemberitahuan tahunan (SPT) , masih sering terdengar adanya ketidaksesuaian yang berbuntut negosiasi("Melihat Arah Reformasi Perpajakan"Anggito Abimanyu) praktik perpajakan yang seperti itulah yang akhirnya semakin tumbuh suburnya mafia pajak,kasus gayus sekiranya hanya satu dari sekian kasus yang  belum terungkap. Namun, yang perlu diingat, Untuk itu, di samping perbaikan akhlak, moral, dan tanggung jawab pejabat, secara terus-menerus dilakukan perbaikan sistem, administrasi, dan kebijakan perpajakan yang bisa mengurangi pertemuan antara wajib pajak dan petugas.
saya berharap adanya penguatan reformasi pajak dalam hal ini pemerintah sebenarnya telah melakukan nya Reformasi mempunyai makna yang luas, istilah reformasi sudah dipakai sejak dulu sekitar tahun 1950 dan 1960an yang berasal dari kata reform yang artinya perubahan institusional yang teratur dan berencana, yang dilakukan sesuai dengan tata aturan rumah tangga lembaga atau badan yang bersangkutan. Mason (1993) menyebutkan bahwa tingkat keberhasilan sebuah program reformasi ekonomi itu sangat tergantung pada dua hal, yaitu kebijakan pajak mendapat kepercayaan(credibility of policy) dan kredibilitas pembuat kebijakan (credibility of policymakers).
Ada dua lompatan yang siginifikan dalam reformasi pajak. Pertama, pembukaan Kantor wajib pajak besar, diikuti uji coba untuk wajib pajak menengah dan kecil dengan sistem perpajakan modern.
Pada Kantor wajib pajak besar tersebut, dibentuk account representative yang bertujuan mengetahui segala tingkah laku, ruang lingkup bisnis, dan segala sesuatu yang berkaitan dangan hak dan kewajiban wajib pajak yang diawasinya (knowing your taxpayer). Dan pelayanan kepada wajib pajak dapat dilakukan secara tuntas pada satu meja. Saya sudah mendangar banyak hal positif dari para wajib pajak yang dilayani dalam kantor ini.

Lompatan kedua adalah usulan terhadap perubahan atau amendemen undang-undang perpajakan, yakni Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan, Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh), dan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Intinya adalah mengubah tarif, subyek, dan obyek pajak agar kompetitif.
Kita lihat bahwa pemerintah mengusulkan penurunan tarif PPh badan, menaikkan pendapatan tidak kena pajak dua kali lipat, penyederhanaan tarif PPh dan PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah). Dalam soal subyek dari obyek pajak, pemerintah mengusulkan perluasan agar ada rasa keadilan kepada seluruh wajib pajak.
Dalam soal administrasi, dilakukan berbagai macam penyederhanaanperpajakan, misalnya dalam goal mempercepat proses restitusi, memperpendek waktu penyimpanan dokumen, waktu dan metoda pembayaran, dan lain sebagainya.
Sebagai imbangannya. dalam amendemen undangundang tersebut diusulkan penalti tarif lebih tinggi bagi wajib pajak yang sengaja tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Selain itu, mereka yang sengaja melakukan penghindaran pajak serta mengisi SPT dangan tidak jujur akan dikenai tindakan hukum yang setimpal.
Usulan dan persandingan atas amendemen tersebut juga telah datang dari berbagai pihak secara konkret dan tertulis. Dialog terus dilakukan agar ada kesamaan visi dan arah reformasi perpajakan nasional dalam amendemen tersebut. pada umumnya para wakil wajib pajak prinsipnya setuju dangan arah reformasi, tetapi perlu dilengkapi dangan berbagai hal. Misalnya dalam soal prosedur pengawasan dan restitusi, perlakuan terhadap berbagai subyek dan obyek pajak, kesetaraan perlakuan terhadap wajib pajak dan petugas pajak, sampai ke masalah hukumnya.
Peranan penerimaan perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam pembiayaan Negara telah dan akan terus ditingkatkan, dengan melakukan berbagai evaluasi dan penyempurnaan kebijakan yang telah dikeluarkan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan Negara lain. Dengan demikian, diharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan (fairness) jadi pajak harus lah di utamakan dalam hal memperkuat ekonomi indonesia Reformasi ekonomi, keuangan negara, dan penegakan hukum memang bisa dimulai dari pajak.
reformasi undang-undang perpajakan yang semangatnya adalah untuk meminimalkan pertemuan antara aparat pajak dan wajib pajak tidak akan berhasil tanpa adanya moral dan etika yang baik dari kedua belah pihak.

neoboard